Pajak Untuk Pembangunan

Membangun bangsa bersama pajak, salah satunya adalah pembangunan jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Jawa dan Madura.

Pajak Untuk Pendidikan

Pajak ikut mencerdaskan bangsa, biaya pendidikan mereka berasal dari dana pajak.

Pajak Untuk Kesejahteraan

Salah satu program pemerintah dalam mengentaskan masalah kemiskinan adalah dengan pemberian dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bersumber dari pajak .

Pajak Untuk Keamanan

Ribuan personil kepolisian yang menjaga keamanan dalam masyarakat digaji oleh pemerintah yang dananya berasal dari pajak.

Pajak Untuk Pertahanan

Pertahanan bangsa pun mendapat dana yang berasal dari dana pajak.

Rabu, 29 Agustus 2012

Penerbitan Surat Paksa


A. PENGERTIAN SURAT PAKSA

Pengertian Surat Paksa menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 pasal 1 sub 12 yang berbunyi: SURAT PAKSA adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

Ciri-ciri Surat Paksa
-
Surat Paksa berkepala "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".
-
Surat Paksa mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti grosse dari putusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim atasan.
-
Yang dapat ditagih dengan Surat Paksa, adalah semua jenis pajak pusat dan pajak daerah yang terdiri dari:
- pajak pusat,
- pajak daerah,
- kenaikan,
- denda (bukan denda pidana),
- bunga,
- biaya
-
Penagihan pajak dengan Surat Paksa tersebut dilaksanakan oleh Jurusita Pajak pusat dan Jurusita Pajak daerah.


B. SIFAT SURAT PAKSA

Sifat Surat Paksa adalah sebagai berikut:
  1. Berkekuatan hukum yang sama dengan Grosse putusan Hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim atasan
  2. Berkekuatan hukum yang pasti (in kracht van Gewijsde).
  3. Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak (biaya-biaya penagihan).
  4. Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan atau penyanderaan/pencegahan.
Apabila pajak yang masih harus dibayar, tidak dilunasi dalam jangka waktu dua kali duapuluh empat jam (2 X 24 jam) sesudah tanggal pemberitahuan SURAT PAKSA kepada penanggung pajak, pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
 

Setelah disita, bila penanggung pajak belum juga melunasi utang pajaknya, maka lewat 14 (empatbelas) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP), Pejabat membuat pengumuman lelang, 14 hari setelah pengumuman lelang WP/PP tidak melunasi utang pajaknya, maka kepada KPP mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Lelang Negara supaya dilaksanakan lelang.


C. PENANGGUNG PAJAK
(1)
Dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib pajak diwakili, dalam hal:
a.
Badan oleh pengurus,
b.
Badan dalam pembubaran atau pailit oleh orang atau Badan yang dibebani dengan pemberesan,
c.
Suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya,
d.
Anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau pengampunya.
(2)
Wakil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertanggung jawab secara pribadi dan/atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal Pajak, bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang terutang tersebut.
(3)
Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan.
(4)
Termasuk dalam pengertian pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan.
Apabila Jurusita Pajak tidak dapat menemukan Wajib Pajak dengan berbagai alasan, maka ia harus berupaya untuk menemukan apa yang disebut sebagai penanggung pajak.
Wajib Pajak
Penanggung Pajak
1.
Badan
1.
Pengurus, Termasuk orang yang nyata-nyata berwenang ikut menentukan kebijaksanaan atau mengambil keputusan dalam perusahaan
2.
Badan dalam pembubaran atau pailit
2.
Orang/Badan yang dibebani dengan pemberesan
3.
Warisan yang belum dibagi
3.
Salah seorang ahli waris pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya
4.
Anak yang belum dewasa/orang yang berada dalam pengampuan
4.
Oleh wali atau pengampuannya


D. SAAT PENERBITAN SURAT PAKSA

Menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Jo Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 dinyatakan bahwa Surat Paksa diterbitkan apabila :
(1)
Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis;
(2)
Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau
(3)
Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Dalam hal terjadi keadaan di luar kekuasaan Pejabat, Surat Paksa pengganti dapat diterbitkan oleh Pejabat karena jabatan dan mempunyai kekuatan eksekutorial serta mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan Surat Paksa yang asli.


E. PEMBERITAHUAN SURAT PAKSA OLEH JURUSITA

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Pasal 10 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 berbunyi sebagai berikut :
-
Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.
-
Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.
-
Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:
a.
Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan;
b.
Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai;
c.
Salah seoarang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi; atau
d.
Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.
-
Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:
a.
Pengurus, kepala perwakilan , kepala cabang, penanggung jawab , pemilik modal baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan; atau
b.
Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila jurusita pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf a
-
Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada Hakim Komisaris atau Bali Harta Peninggalan, dan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi. Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan, atau likuidator.
-
Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan. Surat Paksa dapat diberitahukan kepada penerima kuasa dimaksud.
-
Apabila pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak dapat dilaksanakan, Surat Paksa disampaikan melalui Pemerintah Daerah setempat.


F. PELAKSANAAN PEMBERITAHUAN SURAT PAKSA
1.
Jurusita Pajak mendatangi tempat tinggal tempat kedudukan Wajib Pajak/Penanggung Pajak dengan memperlihatkan tanda pengenal diri. Jurusita Pajak mengemukakan maksud kedatangannya yaitu memberitahukan Surat Paksa dengan Pernyataan dan menyerahkan salinan Surat Paksa tesebut.
2.
Jika Jurusita Pajak bertemu langsung dengan Wajib Pajak/Penanggung Pajak minta agar WP/PP memperlihatkan surat-surat keterangan pajak yang ada untuk diteliti:
-
Apakah tunggakan pajak menurut surat ketetapan pajak cocok dengan jumlah tunggakan yang tercantum dalam Surat Paksa.
-
Apakah ada Surat Keputusan Pengurangan/Penghapusan.
-
Apakah ada kelebihan pembayaran dari tahun/jenis pajak lainnya yang belum diperhitungkan.
3.
Kalau Jurusita Pajak tidak menjumpai Wajib Pajak/Penanggung Pajak maka salinan Surat Paksa tersebut dapat diserahkan kepada:
-
Keluarga Penanggung Pajak atau orang bertempat tinggal bersama Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang akil baliq (dewasa dan sehat mental).
-
Anggota Pengurus Komisaris atau para pesero dari Badan Usaha yang bersangkutan atau;
-
Pejabat Pemerintah setempat (Bupati/Walikota/Camat/Lurah) dalam hal mereka tersebut pada butir a dan b diatas juga tidak dijumpai.
-
Pejabat-pejabat ini harus memberi tanda tangan pada Surat Paksa dan salinannya, sebagai tanda diketahuinya dan menyampaikan salinannya kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang bersangkutan.
-
Jurusita Pajak yang telah melaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa, harus membuat laporan pelaksanaan Surat Paksa (bentuk KP.RIKPA 4.9-97)
4.
Kalau Penanggung Pajak tidak diketemukan di kantor, maka Jurusita Pajak dapat menyerahkan salinan SP kepada:
-
seseorang yang ada di kantornya (salah seorang pegawai),
-
seseorang yang ada di tempat tinggalnya (misalnya: istri, anak atau pembantu rumahnya).
5.
Sebaliknya apabila Penanggung Pajak tidak dikenal/tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal perusahaan sudah dibubarkan/tidak mempunyai kantor lagi, Surat Paksa (salinannya) ditempelkan pada pintu utama kantor Pejabat di mana penanggung pajak/wajib pajak semula berdomisili. Dapat juga Surat Paksa disampaikan melalui Pemda setempat, mengumumkan melalui media masa atau cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.


G. PENOLAKAN TERHADAP SURAT PAKSA
-
Adakalanya Penanggung Pajak menolak menerima SP dengan berbagai alasan. Apabila alasan penolakan adalah karena kesalahan SP itu sendiri, maka penyelesaiannya adalah seperti yang telah diuraikan pada butir 5 di atas.
-
Apabila Jurusita setelah memberikan keterangan seperlunya Penanggung Pajak atau wakilnya tetap menolak maka Salinan SP tersebut dapat ditinggalkan begitu saja pada tempat kediaman/tempat kedudukan Penanggung Pajak atau wakilnya, dengan demikian SP dianggap telah diberitahukan/disampaikan (Undang-Undang  Nomor 19 Tahun 1997 Jo Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Pasal 10 Ayat 11).


H. BIAYA PENYAMPAIAN SURAT PAKSA

Menurut KEP - 01/PJ.75/1994 tanggal 14-1-1994, besarnya biaya penyampaian Surat Paksa, sebagai berikut:
-
Biaya Harian Jurusita
= Rp
10.000,-
-
Biaya Perjalanan
= Rp
15.000,-


____________

Jumlah
=Rp
25.000,-


____________
Tetapi sesuai dengan peraturan yang terbaru yaitu pada Pasal 16 PMK NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA disebutkan bahwa besarnya biaya penyampaian Surat Paksa adalah sebesar Rp. 50.000,-


I. PENENTANGAN TERHADAP SURAT PAKSA

Surat Paksa dapat ditentang apabila:
  1. Surat Paksa tidak dapat disampaikan/diberitahukan oleh seorang petugas Jurusita Pajak yang telah disumpah.
  2. Surat Paksa dikirim melalui pos, sekalipun tercatat
  3. Surat Paksa tidak ditandatangani oleh yang berwenang, dalam hal ini oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak apabila wajib pajak/penanggung pajak menemukan salah satu unsur formil sebagaimana tersebut di atas, maka ia berhak untuk menentang (menolak) Surat Paksa tersebut.
  4. Jurusita Pajak belum disumpah di hadapan pejabat.
Dalam beberapa hal Hakim Pengadilan Negeri masih diperlukan peran sertanya, antara lain:
  1. Jika ada concursus/berbarengan kepentingan antara fiskus dan kreditur lain terhadap wajib pajak/penanggung pajak mengingat kepentingan semua pihak.
  2. Jika ada sanggahan/gugatan tentang barang-barang yang telah disita fiskus terhadap pihak ketiga yang bukan WP/PP.
Begitu juga jika nantinya seiring dengan pelaksanaan sanksi penyanderaan badan, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 JO Undang-Undang  Nomor 19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan Surat Paksa.


Sumber: http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=627
Read More..

Selasa, 28 Agustus 2012

Pengelolaan Pengurangan Piutang Pajak

    Lihat Pasal 24 Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000

    Lihat KMK No. 565/KMK.04/2000 Jo KMK No. 539/KMK.03/2002 
 
  1. Piutang pajak yang dikurangkan adalah piutang pajak yang jumlahnya masih harus ditagih sebagaimana tercantum dalam STP, SKPKB, SKPKBT, yang meliputi pokok pajak kenaikan bunga dan atau denda.
  2. Syarat-syarat piutang pajak yang dikurangkan adalah:
  • Piutang tersebut tercantum dalam STP, SKPKB, SKPKBT
  • Sudah dilakukan upaya tindakan penagihan sampai dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  • Wajib pajak telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan harta warisann tidak mempunyai ahli waris dengan bukti surat keterangan dari instansi yang terkait.
  • Wajib Pajak tidak dapat ditemukan lagi karena pindah alamat
  • Wajib Pajak tidak mempunyai kekayaan lagi
  • Penagihan pajak telah kadaluwarsa.



 Sumber : http://rezaryananggawasita.blogspot.com/2012/06/pengelolaan-pengurangan-piutang-pajak.html
Read More..

Selasa, 19 Juni 2012

Penatausahaan Piutang Pajak


Tata Usaha Piutang Pajak

1.1. Tata Cara Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus
1.1.1.  Jurusita  Pajak  mengetahui,  mendapat  informasi  dan/atau  menemukan  bukti  yang akurat  bahwa  Penanggung  Pajak  ada  indikasi  melakukan  perbuatan  seperti  yang tersebut  di  atas  dan  segera  membuat  konsep  Surat  Perintah  Penagihan  Pajak Seketika  dan  Sekaligus  tanpa  menunggu  tanggal  jatuh  tempo  pembayaran, penerbitan Surat Teguran ataupun  penerbitan Surat  Paksa  lalu  menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.
1.1.2.  Kepala  Seksi  Penagihan  meneliti  dan  memaraf  konsep  Surat  Perintah  Penagihan Pajak  Seketika  dan  Sekaligus,  dan  menyampaikannya  kepada  Kepala  Kantor Pelayanan  Pajak.  Dalam  hal  Kepala  Seksi  Penagihan  tidak  menyetujui,  kasus penerbitan Surat Perintah Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus ditutup.
1.1.3.  Kepala  Kantor  Pelayanan  Pajak  menerima,  meneliti,  memberikan  batas  waktu pelunasan,  dan  menandatangani  Surat  Perintah  Penagihan  Pajak  Seketika  dan Sekaligus.
1.1.4.  Jurusita  Pajak  menatausahakan  dan  menyampaikan  Surat  Perintah  Penagihan Pajak  Seketika  dan  Sekaligus  kepada  Penanggung  Pajak  untuk  segera  melunasi tunggakan  pajaknya  sebelum  melakukan  perbuatan‐perbuatan  seperti  yang tersebut di atas dan selanjutnya melaksanakan proses penagihan berikutnya.
1.1.5.  Proses selesai.

1.2. Tata Cara Penerbitan dan Penyampaian Surat Teguran Penagihan
1.2.1.  Berdasarkan data keterlambatan pembayaran tunggakan pajak yang diperoleh dari sistem,  Jurusita  Pajak  mencetak  konsep  Surat  Teguran  Penagihan  dan meneruskannya  kepada  Kepala  Seksi  Penagihan.  Surat  Teguran  Penagihan  dicetak minimal sebanyak rangkap 2 (dua) yaitu :
a. Lembar ke‐1 untuk Wajib Pajak
b. Lembar ke‐2 untuk Arsip Kantor Pelayanan Pajak.
1.2.2.  Kepala  Seksi  Penagihan  meneliti  dan  memaraf  konsep  Surat  Teguran  Penagihan dan menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. 
1.2.3.  Kepala  Kantor  Pelayanan  Pajak  menyetujui  dan  menandatangani  Surat  Teguran Penagihan,  1.2.4.  Jurusita  Pajak  menatausahakan  (mencatat  Surat  Teguran  pada  Kartu  Pengawasan Tunggakan  Pajak  dan  mengarsipkan  Surat  Teguran)  dan  mengirimkan  Surat Teguran  Penagihan  kepada  Wajib  Pajak  melalui  Subbagian  Umum  (SOP  Tata  Cara Penyampaian Dokumen di KPP)
1.2.5.  Proses selesai.

1.3. Tata Cara Penerbitan dan Pemberitahuan Surat paksa
1.3.1.  Berdasarkan data  Surat Teguran yang telah lewat waktu dari sistem, Jurusita Pajak meneliti dan mencetak konsep Surat Paksa dan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa serta menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.
1.3.2.  Kepala  Seksi  Penagihan  meneliti  dan  memaraf  konsep  Surat  Paksa  dan  Berita Acara  Pemberitahuan  Surat  Paksa  serta  menyampaikannya  kepada  Kepala  Kantor Pelayanan Pajak. 
1.3.3.  Kepala  Kantor  Pelayanan  Pajak  menyetujui  dan  menandatangani  Surat  Paksa
kemudian menyampaikannya kepada Jurusita Pajak.
1.3.4.  Jurusita Pajak menerima Surat Paksa dan memberitahukan Surat Paksa dan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa kepada Wajib Pajak/ Penanggung Pajak.
1.3.5.  Jurusita  Pajak  membuat  sekaligus  menandatangani  Laporan  Pelaksanaan  Surat Paksa (LPSP) dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.
1.3.6.  Kepala  Seksi  Penagihan  meneliti  dan  menandatangani  Laporan  Pelaksanaan  Surat Paksa  (LPSP)  kemudian  menyerahkannya  kembali  kepada  Jurusita  Pajak  untuk ditatausahakan. 
1.3.7.  Jurusita  menatausahakan  LPSP  dengan  cara  mencatat  pada  Kartu  Pengawasan serta mengarsipkan LPSP.
1.3.8.  Proses selesai.

1.4. Tata Cara Penerbitan Surat perintah Melaksanakan Penyitaan
1.4.1.  Jurusita  Pajak  meneliti  data  tunggakan  pajak  beserta  pelunasannya (SSP/STTS/SSB/bukti  Pbk)  atau  pengurangan  (keputusan  pembetulan/keputusan keberatan  /putusan  banding/keputusan  pengurangan  atau  pembatalan  ketetapan pajak/keputusan  pengurangan  atau  penghapusan  sanksi  administrasi),  membuat konsep SPMP dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan. 
1.4.2.  Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf konsep SPMP, serta menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
1.4.3.  Kepala  Kantor  Pelayanan  Pajak  menyetujui  dan  menandatangani  SPMP  dan meneruskan kepada Kepala Seksi Penagihan.
1.4.4.  Jurusita Pajak menerima SPMP yang telah disetujui.
1.4.5.  Proses selesai. 

1.5. Tata Cara Pelaksanaan Lelang
1.5.1.  Berdasarkan  data  dari  sistem  yang  menunjukkan  bahwa  Wajib  Pajak/Penanggung Pajak  tidak  melunasi  utang  pajak  dan  biaya  penagihan  pajak  setelah  14  (empat belas)  hari  sejak  pelaksanaan  penyitaan,  Jurusita  Pajak  membuat  konsep  Surat Kesempatan Terakhir sebelum tanggal/hari Pelaksanaan Lelang dan menyampaikan kepada Kepala Seksi Penagihan.
1.5.2.  Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf konsep Surat Kesempatan Terakhir, serta menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
1.5.3.  Kepala  Kantor  Pelayanan  Pajak  menyetujui  dan  menandatangani  Surat Kesempatan Terakhir.
1.5.4.  Jurusita  Pajak  menatusahakan  dan  mengirimkan    Surat  Kesempatan  Terakhir kepada  Wajib  Pajak/Penanggung  Pajak  melalui  Subbagian  Umum  (SOP  Tata  Cara Penyampaian Dokumen di KPP)
1.5.5.  Dalam  hal  Wajib  Pajak/Penanggung  Pajak  melunasi  utang  pajaknya,  maka  proses akan dilanjutkan dengan SOP tentang Tata Cara Pencabutan Sita.
1.5.6.  Dalam  hal  Penanggung  Pajak  tetap  tidak  melunasi  utang  pajaknya,  maka  Jurusita Pajak akan membuat konsep Surat Penetapan Harga Limit terhadap barang‐barang yang  telah  disita  dan  akan  dijual melalui  lelang  serta  menyampaikannya  kepada Kepala Seksi Penagihan.
1.5.7.  Kepala  Seksi  Penagihan  meneliti  dan  memaraf  konsep  Surat  Penetapan  Harga Limit serta menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
1.5.8.  Kepala  Kantor  Pelayanan  Pajak  menyetujui  dan  menandatangani  Surat  Penetapan Harga Limit.
1.5.9.  Kepala  Seksi  Penagihan  menugaskan  dan  memberi  disposisi  kepada  Jurusita  Pajak untuk menginventarisasi  aset‐aset  Penanggung  Pajak  yang  akan  dilelang  dan membuat konsep Surat permohonan Jadwal Waktu dan Tempat Pelelangan
1.5.10. Jurusita  Pajak  menginventarisasi  aset‐aset  Penanggung  Pajak  yang  akan  dilelang, meneliti  dengan  melihat  data  tunggakan  beserta  pelunasan  (SSP/STTS/SSB/bukti Pbk)  atau  pengurangan  (keputusan  pembetulan/keputusan  keberatan/putusan banding/keputusan  pengurangan  atau  pembatalan  ketetapan  pajak/keputusan pengurangan  atau  penghapusan  sanksi  administrasi),  membuat  konsep  Surat
Permohonan  Jadwal  Waktu  dan  Tempat  Pelelangan  yang  disertai  dengan  salinan data  tunggakan  beserta  pelunasan  atau  pengurangan  dan  menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.
1.5.11. Kepala  Seksi  Penagihan  meneliti  dan  memaraf  konsep  Surat  Permohonan  Jadwal Waktu  dan  Tempat  Pelelangan,  serta  menyampaikannya  kepada  Kepala  Kantor Pelayanan Pajak.
1.5.12. Kepala  Kantor  Pelayanan  Pajak  menyetujui  dan  menandatangani  Surat Permohonan Jadwal Waktu dan Tempat Pelelangan. 
1.5.13. Jurusita  Pajak  menyampaikan  Surat  Permohonan  Jadwal  Waktu  dan  Tempat Pelelangan  beserta  kelengkapannya  kepada  Kantor  Pelayanan  Piutang  dan  Lelang Negara.
1.5.14. Setelah  menerima  Surat  Penetapan  Hari  dan  Tanggal  Lelang  Kepala  Kantor Pelayanan  Pajak  meneruskan  Surat  Penetapan  Hari  dan  Tanggal  Lelang  kepada Kepala Seksi Penagihan (SOP Tata Cara Penerimaan Dokumen di KPP).
1.5.15. Jurusita  Pajak  membuat  konsep  Pengumuman  Lelang  dengan  tanggal/hari  14 (empat  belas)  hari  sebelum  tanggal/hari  berdasarkan  Surat  Penetapan  Hari  dan Tanggal  Lelang  dari  Kantor  Pelayanan  Piutang  dan  Lelang  Negara,  dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.
1.5.16. Kepala  Seksi  Penagihan  meneliti  dan  memaraf  konsep  Pengumuman  Lelang,  serta menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
1.5.17. Kepala  Kantor  Pelayanan  Pajak  menyetujui  dan  menandatangani  Pengumuman Lelang dan meneruskan kepada Kepala Seksi Penagihan.
1.5.18. Kepala Seksi Penagihan menerima Pengumuman Lelang yang telah ditandatangani Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan meneruskannya kepada Jurusita Pajak.
1.5.19. Jurusita  Pajak  mengirimkan  Pengumuman  Lelang  ke  penerbit  Surat  Kabar  Harian untuk  diiklankan  atau  ditempel  di  papan  pengumuman  kantor  dalam  hal Pengumuman Lelang terhadap barang dengan nilai paling banyak Rp20.000.000,00 (dua  puluh  juta  rupiah).  Pengumuman  Lelang  untuk  barang  bergerak  dilakukan  1 (satu) kali dan untuk barang tidak bergerak dilakukan 2 (dua) kali.
1.5.20. Pelaksanaan  Lelang  dipimpin  oleh  Pejabat  Lelang  dengan  didampingi  oleh  Kepala Kantor  Pelayanan  Pajak  atau  Kepala  Seksi  Penagihan  sebagai  Penjual  Barang Sitaan.
1.5.21. Hasil Lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar utang pajak.
1.5.22. Kepala  Kantor  Pelayanan  Pajak  menerima  Risalah  Lelang  dari  Kantor  Pelayanan Piutang dan Lelang Negara dan meneruskan kepada Kepala Seksi Penagihan.
1.5.23. Kepala  Seksi  Penagihan  menerima  Risalah  Lelang  dan  menugaskan  Jurusita  Pajak untuk mengupdate data tunggakan pajak dan menatausahakan.
1.5.24. Jurusita  Pajak  mengupdate  data  tunggakan  pajak  dan  menatausahakan  Risalah Lelang ke dalam berkas penagihan Wajib Pajak.
1.5.25. Proses selesai.


Sumber: E-book Administrasi Perpajakan
Read More..

Sabtu, 16 Juni 2012

STP Bunga Penagihan



Apabila Wajib Pajak Kurang/Tidak membayar tagihan pajak pada waktunya, mengangsur atau menunda pembayaran, maka dikenakan bunga sebesar 2 persen sebulan.
Contoh :
Atas jumlah pajak yang kurang dibayar. Surat Ketetapan Pajak Penghasilan ( SKP PPh ).

Pajak yang terutang atau ditagih sebesar Rp 200.000 . SKP diterbitkan tanggal 10 Oktober 1996. Harus dilunasi paling lambat tanggal 10 November 1996, tetapi baru dibayar sejumlah Rp 120.000 pada tanggal 1 November 1996 Sampai tanggal batas waktu pembayaran ( 10 November 1996 ) terakhir sisa tagihan tidak dibayar lagi oleh Wajib Pajak.
Pada tanggal 18 November 1996 diterbitkan Surat Tagihan Pajak oleh Direktur Jenderal Pajak ( Kepala KPP ) sebagai berikut:
Pajak terutang                                 200.000
Dibayar pada waktunya                 120.000
-----------
Kurang dibayar                                 80.000

Bunga :
Dihitung satu bulan = 1 x 2% x Rp 80.000 = Rp 1.600
Bunga tersebut ditagih dengan STP.
               
Atas jumlah pajak yang terlambat dibayar. Dasarnya sama dengan contoh (a).
Dibayar penuh tapi terlambat, misalnya dibayar tanggal 20 November 1996 . Tanggal 24 November 1996 diterbitkan STP.
Bunga terutang dalam Surat Tagihan Pajak dihitung satu bulan = 1 x 2 % x 200.000 = 4.000
               
Atas jumlah pajak yang kurang dan terlambat dibayar. Dasarnya sama dengan contoh ( a ).
Dibayar sejumlah 120.000 pada tanggal 20 November 1996 . Tanggal 24 November 1996 diterbitkan STP.
Bunga terhitung satu bulan = 1 x 2 % x 200.000 = 4.000
               
Dalam hal Wajib Pajak mengangsur jumlah pajaknya juga dikenakan bunga sebesar 2 % sebulan. Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian SPT dan ternyata perhitungan sementara pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (5) UU KUP kurang dari jumlah pajak sebenarnya terutang, maka atas kekurangan pembayaran pajak tersebut dikenakan bunga 2 % sebulan yang dihitung dari saat berakhirnya kewajiban menyampaikan SPT sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (3) huruf b UU KUP sampai dengan hari dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut.

Apabila Wajib Pajak Kurang/Tidak membayar tagihan pajak pada waktunya, mengangsur atau menunda pembayaran, maka dikenakan bunga sebesar 2 persen sebulan.
Contoh :
Atas jumlah pajak yang kurang dibayar. Surat Ketetapan Pajak Penghasilan ( SKP PPh ).

Pajak yang terutang atau ditagih sebesar Rp 200.000 . SKP diterbitkan tanggal 10 Oktober 1996. Harus dilunasi paling lambat tanggal 10 November 1996, tetapi baru dibayar sejumlah Rp 120.000 pada tanggal 1 November 1996 Sampai tanggal batas waktu pembayaran ( 10 November 1996 ) terakhir sisa tagihan tidak dibayar lagi oleh Wajib Pajak.
Pada tanggal 18 November 1996 diterbitkan Surat Tagihan Pajak oleh Direktur Jenderal Pajak ( Kepala KPP ) sebagai berikut:
Pajak terutang                                 200.000
Dibayar pada waktunya                 120.000
-----------
Kurang dibayar                                 80.000

Bunga :
Dihitung satu bulan = 1 x 2% x Rp 80.000 = Rp 1.600
Bunga tersebut ditagih dengan STP.
               
Atas jumlah pajak yang terlambat dibayar. Dasarnya sama dengan contoh (a).
Dibayar penuh tapi terlambat, misalnya dibayar tanggal 20 November 1996 . Tanggal 24 November 1996 diterbitkan STP.
Bunga terutang dalam Surat Tagihan Pajak dihitung satu bulan = 1 x 2 % x 200.000 = 4.000
               
Atas jumlah pajak yang kurang dan terlambat dibayar. Dasarnya sama dengan contoh ( a ).
Dibayar sejumlah 120.000 pada tanggal 20 November 1996 . Tanggal 24 November 1996 diterbitkan STP.
Bunga terhitung satu bulan = 1 x 2 % x 200.000 = 4.000
               
Dalam hal Wajib Pajak mengangsur jumlah pajaknya juga dikenakan bunga sebesar 2 % sebulan. Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian SPT dan ternyata perhitungan sementara pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (5) UU KUP kurang dari jumlah pajak sebenarnya terutang, maka atas kekurangan pembayaran pajak tersebut dikenakan bunga 2 % sebulan yang dihitung dari saat berakhirnya kewajiban menyampaikan SPT sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (3) huruf b UU KUP sampai dengan hari dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut.


http://kanwiljakartakhusus.pajak.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=313:bunga-penagihan&catid=95:penagihan-pajak&Itemid=40
Read More..

Penagihan Pajak


Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Pajak, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

Berikut ini adalah tahapan-tahapan dalam kegiatan penagihan pajak :
1. Penerbitan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis. Dilaksanakan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo utang pajak.
2. Penerbitan Surat Paksa. Dilaksanakan setelah lewat 21 hari sejak diterbitkannya Surat Teguran dan utang pajak belum dilunasi.
3. Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Dilaksanakan setelah lewat 2 x 24 jam Surat Paksa diberitahukan kepada penanggung pajak dan utang pajaknya belum dilunasi.
4. Pengumuman Lelang. Dilaksanakan setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya.
5. Penjualan/Pelelangan Barang Sitaan. Dilaksanakan setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak pengumuman lelang dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya.


Sumber : http://pemeriksaanpajak.com/?tag=surat-teguran




SUBMENU :




Read More..

Penghapusan Piutang Pajak


Piutang pajak yang dapat dihapuskan adalah piutang pajak yang tercantum dalam:
1. Surat Tagihan Pajak (STP).
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
4. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT).
5. Surat Ketetapan Pajak (SKP).
6. Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT).
7. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.

Piutang pajak yang dapat dihapuskan untuk Wajib Pajak orang pribadi adalah piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi karena:
a. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak meninggal dunia dan tidak mempunyai harta warisan atau kekayaan.
b. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan.
c. hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa.
d. dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
e. hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Piutang pajak yang dapat dihapuskan untuk Wajib Pajak badan adalah piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi karena:
a. Wajib Pajak bubar, likuidasi, atau pailit dan Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan.
b. hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa.
c. dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
d. hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Untuk memastikan keadaan Wajib Pajak atau piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi, wajib dilakukan penelitian setempat atau penelitian administrasi oleh Kantor Pelayanan Pajak. Penelitian dilakukan oleh Jurusita Pajak dan hasilnya dituangkan dalam laporan hasil penelitian. Laporan hasil penelitian harus menguraikan keadaan Wajib Pajak dan piutang pajak yang bersangkutan sebagai dasar untuk menentukan besarnya piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi dan diusulkan untuk dihapuskan.

Berdasarkan laporan hasil penelitian, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyusun daftar usulan penghapusan piutang pajak. Daftar usulan penghapusan piutang pajak disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atasannya. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan daftar usulan penghapusan piutang pajak yang telah dilakukan penelitian kepada Direktur Jenderal Pajak. Direktur Jenderal Pajak mengusulkan penghapusan piutang pajak kepada Menteri Keuangan.

Berdasarkan usulan penghapusan piutang pajak, Menteri Keuangan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penghapusan piutang pajak.
Keputusan Menteri Keuangan mengenai penghapusan piutang pajak untuk menghapuskan piutang pajak dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penghapusan piutang pajak, Direktur Jenderal Pajak melakukan:
a. Penetapan mengenai rincian atas besarnya penghapusan piutang pajak.
b. Hapus tagih dan hapus buku atas piutang pajak tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang berlaku.

Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan atas penugasan dari Menteri Keuangan melakukan reviu atas usulan penghapusan piutang pajak yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Pajak.


Sumber: PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 68/PMK. 03/2012
Read More..